5Wbqwau2kOV5juVOA2hBfHMJlvj5fbu4dzeTiTvH
Bookmark

Mempraktikkan Keheningan yang Mulia

Mempraktikkan Keheningan yang Mulia


Bagaimana mempraktikkan Keheningan yang Mulia (Noble Silence)?

Dalam bahasa Pali, Keheningan yang Mulia (ariya tunhibhava) sebenarnya tidak mengacu pada "Ucapan yang Mulia", melainkan praktik meditasi samatha dan vipassana (Anguttara Atthakatha III, 195; Majjhima Atthakatha II, 75; Parivara Atthakatha, 205).
Seseorang mungkin saja dengan ketat menahan diri untuk tidak berbicara, tetapi jika batin tidak bermeditasi dan dipenuhi pikiran yang tidak baik, maka hal itu tidaklah dapat disebut sebagai Keheningan yang Mulia.
Beberapa bhikkhu mempraktikkan keheningan penuh selama retret musim hujan. Setelah itu, mereka mengunjungi Sang Buddha dan menceritakan bagaimana mereka menghabiskan masa vassa dengan damai. Sang Buddha berkata bahwa hidup dengan cara seperti itu adalah cara hidup layaknya binatang, cara hidup orang bodoh dan cara hidup bagaikan hidup bersama dengan musuh. Sang Buddha bahkan menerapkan aturan disiplin yang melarang para bhikkhu mempraktikkan keheningan total. (Vinaya Mahavagga, 219ff)
Bertekad kuat untuk tidak berbicara sama sekali bukanlah sesuatu yang baik, sudah cukup baik jika seseorang bertekad untuk tidak membicarakan hal-hal yang tidak berguna dan tidak penting. Kita boleh membicarakan apa yang penting dan bermanfaat; kita boleh membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan Dhamma. Ketika tinggal bersama orang lain, kita hendaknya berbicara pada saat-saat di mana penting untuk berbicara. Namun, kita hendaknya mencoba berbicara sesedikit mungkin dan ada batasan tentang apa yang dikatakan. Ketika bertemu teman se-Dhamma , kita hendaknya mengajukan pertanyaan tentang Dhamma, mendiskusikan dan menjelaskan Dhamma; jika tidak demikian, maka kita sebaiknya berdiam dengan tenang dalam praktik meditasi samatha dan vipassana.
(Mahasi Sayadaw, Sallekkha Sutta Tayadaw II)

--

Dikutip dari Prasyarat dalam Pencapaian Pembebasan, Tharmanaykyaw Sayadaw