5Wbqwau2kOV5juVOA2hBfHMJlvj5fbu4dzeTiTvH
Bookmark

Bagaimana Terbentuknya Watak, Sifat, Kebiasaan Dalam Diri Kita? (Bagian 2)

bhante thitaketuko

Bagaimana terbentuknya watak, sifat, kebiasaan dalam diri kita?

Bagian 2

Di dalam latihan meditasi vipassana, misalnya, kita sedang duduk bermeditasi dan sekonyong-konyong muncul perasaan tanpa suatu sebab. Begitu perasaan itu muncul, kalau kita tidak menyadarinya; maka kita akan terseret oleh marah. Perasaan marah muncul tanpa kita ketahui apa yang menyebabkan marah itu. Dalam hal ini yang muncul, keluar  adalah simpanan kita, ialah amarah. Keadaan yang tidak menyenangkan di lingkungan kita, umpamanya, hujan turun, suasana terasa suram. Keadaan seperti itu mencekik perasaan membuat perasaan tidak senang, suasana tidak berkenan bagi diri kita. Dari merasa tidak senang, tidak puas, lalu timbul pikiran: “ Cuaca tidak baik dan terlalu ramai, bagaimana saya bisa maju?” Kita mulai terseret dan berpikir:”wah, kalau begini percuma bermeditasi, besok saya mau berhenti!” jadi begitu pikiran timbul, sesuatu emosi muncul membumbui keadaan yang dihadapi sekarang. Kita melihat ke kiri, ke kanan: “ Teman-teman kok mantap semua, bisa duduk, sedangkan saya kacau balau.” Karena pikiran tertuju pada “kacau balau”, lalu timbul rasa cemas, kecewa dan lain-lain yang mengikuti pikiran itu.  Bilamana kita tidak menyadari perasaan yang muncul saat ini, di saat sekarang itu; kita terlambat menyadari, kemudian emosi timbul, seperti cemas, kecewa.

Demikianlah satu proses, kalau kita tidak sadar, kita selalu menambah hal yang dulu. Begitu suatu proses muncul, ada perasaan tidak enak, kurang mantap, harus disadari:”……..tidak enak…tidak enak…”.  Tidak enak itu dirasakan saja dan disadari, dengan begitu kita dapat menghilangkan kekuatan tidak enak itu, dan ia terhapus. Andaikan perasaan tidak enak yang muncul karena suasana lingkungan  berkekuatan 10 volt. Karena perasaan tidak enak yang muncul itu disadari, maka ia akan menguap, kekuatan yang 10 volt itu hilang. Jika muncul perasaan dan sampai berpikir. Pikiran itu disadari: ”berpikir, ….berpikir,…berpikir.”  Jadi manakala kita tidak menyadari segala sesuatu kejadian yang muncul, maka selalu akan menambah  dan menambah kekuatan simpanan kita. Kalau kita marah, kita sedih, apakah marah secara sepintas-lalu, atau sedang, atau keras, jika kita sadar, ia segera hilang. 

Hal-hal yang enak, maupun yang tidak enak perlu disadari, sebab dengan menyadari kekuatannya akan lepas. Pada suatu ketika, kita teringat teman kita dahulu semasa masih bersekolah di S.D. atau S.M.P. Misalkan saja, kita teringat kepada si C, lalu teringat akan kejadian dahulu, “…..ia nakal, atau jahat.”  Kejadian sudah lampau yang dibelai-belai, dianalisa itu berkembang dan membawa perasaan-perasaan baru, mungkin ada perasaan senang, atau mungkin ada kebencian. Perasaan yang muncul dari ingatan tersebut akan menambah voltase simpanan kita. Tetapi bilamana teringat, dan kita segera sadari:…Oh, saya…ingat,…..ingat,……ingat”; maka kekuatannya mulai terkikis sedikit demi sedikit sampai kekuatan itu hilang. Kekuatan kemarahan, kebencian yang dulu itu hilang, sehingga hanya teringat kepada si C dan tidak ada perasaan benci atau antipati yang timbul terhadap dia. Demikianlah proses yang mesti kita lakukan dalam latihan meditasi vipassana, begitu suatu ingatan muncul, segera kita sadari dan lepas. Misalkan kita mulai marah. Marah itu berkekuatan 20 volt dan setelah capek marah kita pergi membaca buku, atau menonton televisi. Marah itu sekonyong-konyong hilang, seolah-olah marah itu sudah hilang, tetapi sebenarnya ditutupi oleh gambaran berita-berita, hiburan. Di sini kita terhibur oleh aktivitas   menonton hiburan itu.


(Bersambung)

“Buku Catatan Meditasi Vipassana” oleh YM. Bhante Thitaketuko