5Wbqwau2kOV5juVOA2hBfHMJlvj5fbu4dzeTiTvH
Bookmark

Mettā: Pengenalan Meditasi Cinta Kasih

Pengenalan Meditasi Cinta Kasih

Mulai hari ini, kami akan memuat secara bersambung terjemahan ceramah Chanmyay Myaing Sayadaw tentang Meditasi Cinta Kasih (Mettā Bhāvanā) di Sabah, Malaysia. Ceramah ini diterjemahkan dari buku The Little Book of Mettā, yang diterjemahkan dari bahasa Burma ke dalam bahasa Inggris oleh Daw May Myint Oo (Mimmi) dan disunting oleh Y.M. Vīrañāṇī.
Ceramah Sayadaw kali ini membahas tentang penjelasan meditasi cinta kasih (Mettā Bhāvanā), dua jenis praktik mettā, berbagai kategori mettā, cara berlatih meditasi cinta kasih, kategori orang-orang yang tidak sesuai digunakan sebagai objek meditasi cinta kasih, penjelasan tentang mengembangkan mettā terhadap berbagai kategori objek, dan manfaat dari meditasi cinta kasih.

Kata Pengantar oleh Chanmyay Myaing Sayadaw

Menurut Sang Buddha, di dunia ini tidak ada tempat yang belum pernah kita singgahi, dan tidak ada tempat di mana kita belum pernah menemui ajal kita. Telah begitu panjangnya pengembaraan kita dalam saṃsāra: samsāra yang tak dapat ditemukan awalnya, dan tak berujung.

Namun, dalam kehidupan sekarang ini, saya belum pernah berkunjung ke pusat meditasi C.P. Chong di Kundasang, di kaki Gunung Kinabalu di Sabah, Malaysia Timur. Tetapi, saya sudah sering mendengar bahwa tempat itu terletak di kawasan yang tenang dan sejuk, dengan fasilitas yang bagus dan makanan yang layak. Para relawan di pusat itu diberkati dengan keyakinan yang kuat dan mettā yang tulus. Setiap retret diikuti oleh banyak yogi meskipun disiplinnya cukup ketat.

Saya tiba di pusat meditasi C.P. Chong pada tanggal 4 Desember 2008, ditemani oleh Y.M. Ariya Ñani (dari Swiss, seorang penerjemah), Mimmi (dari Myanmar, juga penerjemah), dan Marjo Oosterhoff (dari Irlandia). Ketika saya berkeliling untuk melihat-lihat di pusat meditasi itu, saya mendapati bahwa tempat itu bahkan lebih baik daripada apa yang telah saya dengar. Saya senang dan juga merasa tersanjung bisa berada di sana, dan meyakini dengan sepenuh hati jika yogi berlatih dengan tekun, mereka akan dapat dengan mudah dan dengan penuh sukacita merealisasikan Dhamma di pusat latihan itu.

Acara pembukaan retret sepuluh hari yang diikuti sekitar 60 peserta, diadakan pada tanggal 5 Desember 2008, pukul 8 malam. Pada kesempatan itu, saya memberikan ceramah tentang praktik meditasi mettā.

Buku kecil ini, Buku Saku Mettā, merupakan hadiah mettā bagi semua yogi yang mengikuti retret tersebut, dan juga bagi semua orang yang menaruh minat pada praktik cinta kasih. Buku kecil ini menyajikan instruksi-instruksi sederhana namun terarah yang akan memudahkan para yogi untuk mengembangkan mettā tanpa banyak kesulitan.

Chanmyay Myaing Sayadaw
Kundasang, 11 Desember 2008.

Pengenalan Meditasi Cinta Kasih

Mettā adalah suatu pengharapan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan semua makhluk hidup. Mettā adalah pengharapan agar terbebas dari bahaya. Mettā adalah pengharapan agar setiap orang memperoleh kesejahteraan, pengetahuan, dan agar semua segi kehidupan mereka terpenuhi dengan baik. Mettā yang tulus dan murni bersifat tanpa pamrih dan terbebas dari kemelekatan. Mettā terasa sejuk. Mettā bermanfaat bagi semua makhluk.

Berdasarkan kitab suci, mettā diibaratkan seperti air bersih yang dingin dan menyegarkan. Seperti halnya seseorang akan menjadi segar kembali setelah meminum air seperti itu, kita semua dapat mencicipi kedamaian dengan mengembangkan mettā. Saya sering mengibaratkan mettā seperti AC (pendingin ruangan). Pendingin ruangan menciptakan kesejukan; mettā juga menciptakan kesejukan. Sekarang ini kita menyalakan AC ketika kita merasa kepanasan, baik di dalam tubuh kita, di dalam kamar, atau di dalam rumah. Begitu AC dinyalakan, rasa panas akan hilang; dan tubuh, ruangan, dan rumah akan terasa sejuk dan menyegarkan. Ketika AC baru dinyalakan, kesejukan ini mungkin tidak langsung terasa. Namun, setelah menyala beberapa lama, kita mulai merasakan kesejukan dan akan merasa lebih nyaman. Semakin lama AC menyala, efeknya juga akan semakin dingin. Jadi, ketika AC telah menyala selama satu atau dua jam, semakin banyak hawa panas yang tersingkir, dan tubuh kita beserta ruangan akan terasa lebih sejuk dan segar.

Dengan cara yang sama, ketika batin merasakan kilesā (kekotoran-kekotoran batin) seperti kekhawatiran, kegelisahan, kesedihan, penderitaan, panasnya lobha (keserakahan), atau panasnya dosā (kebencian), kita perlu menyalakan pendingin mettā untuk meredakan panas yang membara dalam batin. Jadi, ketika kita mengalami stres, sangat penting bagi kita dalam situasi seperti itu untuk mengembangkan mettā. Jika kita melakukannya, batin menjadi tenang dan damai, dan panasnya kobaran segala bentuk kekotoran batin akan lenyap.

Pada awal praktik mettā, kualitas mettā yang luar biasa ini belumlah begitu terasa. Akan tetapi, setelah mengembangkan mettā dalam waktu yang lebih lama, kita akan mulai merasakan ketenangan dan kedamaian yang lebih mendalam. Melalui latihan mettā, kita tidak hanya merasakan kebahagiaan di dalam diri kita sendiri, tetapi orang lain juga akan turut merasakan kebahagiaan dan kedamaian berkat mettā yang kita kembangkan.

Sebagai contoh, saya akan menceritakan tentang Suvannasāma (Jataka No. 540). Suvannasāma selalu mengembangkan mettā; siapa pun yang berjumpa dengannya akan mengasihinya. Sebagai akibatnya, ia memperoleh kebahagiaan, dan makhluk-makhluk lain yang berada di dekatnya juga turut merasa bahagia.
Dahulu kala, Sang Bodhisatta terlahir sebagai Suvannasāma. Ia menetap di tepi sungai Migasammatā sambil merawat kedua orang tuanya yang buta - ayahnya yang bernama Dukūlaka, dan ibunya yang bernama Pārikā. Suvannasāma dan keluarganya senantiasa menjalani hidup sehari-hari dengan mettā; mereka telah mengembangkan mettā dalam waktu yang sangat lama, sehingga mettā tersebut tumbuh menjadi sangat kuat. Karena kekuatan mettā itu, mereka selalu diliputi kedamaian, dan seluruh kawasan di sekitar sungai Migasammatā juga turut diliputi kedamaian, begitu pula semua makhluk hidup yang menetap di sana. Semua orang saling menjaga satu sama lain, dan tidak ada yang mengganggu orang lain. Sang Bodhisatta sering kali mengambil air dan mengumpulkan makanan untuk kedua orang tuanya di tengah hutan yang dihuni oleh banyak kijang dan Kenira (sejenis makhluk berumur panjang yang berbentuk seperti burung, termasuk golongan dewa; penyunting), dan mahluk-makhluk itu membantunya mengangkat wadah air serta mencarikan buah-buahan. Demikianlah kekuatan mettā.

Kisah lainnya adalah tentang raja Vessantara (Jataka No. 547). Suatu ketika, Sang Bodhisatta terlahir sebagai seorang raja bernama Vessantara. Karena ia telah menghadiahkan gajah putih kerajaan yang sangat berharga, banyak orang yang tinggal di kerajaan merasa tidak senang; sebagai akibatnya, mereka mengusirnya dari kerajaan.
Raja pergi dan kemudian tinggal dalam pengasingan di Gunung Vankagiri bersama istrinya, ratu Maddī, dan kedua anaknya, Jali dan Kanhajinā. Begitu mereka tiba di Gunung Vankagiri, raja Vessantara mulai mengembangkan mettā. Sebagai akibatnya, tubuh dan batinnya menjadi sejuk dan ia merasa damai. Ia terus-menerus memancarkan mettā dan akhirnya mettā tersebut menjadi demikian kuat sehingga keluarganya pun turut diliputi kedamaian baik secara jasmaniah maupun batiniah.
Kekuatan mettā-nya terpancar sejauh enam puluh kilometer ke semua penjuru, ke timur, barat, utara, dan selatan. Sebagai akibatnya, seluruh kawasan di sekitar Gunung Vankagiri turut diliputi kedamaian. Ini semua disebabkan oleh mettā Raja Vessantara.


(Bersambung - Dua Jenis Praktik Metta dan Kategori Objek)

--

Diterjemahkan dari The Little Book of Mettā, Chanmyay Myaing Sayadaw