5Wbqwau2kOV5juVOA2hBfHMJlvj5fbu4dzeTiTvH
Bookmark

Kehendak (Cetana) Adalah Kamma

lotus

Ajaran Sang Buddha : Kehendak (cetana) adalah Kamma

Inti dari ajaran Sang Buddha adalah "tanpa diri","tidak ada makhluk", "tidak ada jiwa". Munculnya kehendak yang baik di dalam pikiranlah yang menyebabkan munculnya pikiran yang baik, ucapan yang baik dan perbuatan yang baik, dan sebaliknya, munculnya kehendak tidak baik di dalam pikiran adalah penyebab dari berpikir buruk, perbuatan tidak baik dan ucapan tidak baik. "Kehendak" adalah satu-satunya penyebab kamma, oleh karena itu Sang Buddha mengatakan cetana adalah kamma: kehendak baik mengarah pada kamma baik dan tidak tercela dan kehendak tidak baik mengarah pada kamma buruk dan tercela. Jadi, dalam kebenaran hakiki, bukanlah suatu diri, makhluk atau jiwa yang melakukan kamma baik atau buruk dan demikian pula, bukanlah suatu diri, makhluk atau jiwa yang mengalami akibat dari kamma baik dan buruk.

Karena, pada kenyataannya, ini hanya sekedar tindakan mengalami akibat dari kamma. Kita tidak dapat mengemukakan sebagai kenyataan bahwa ada pelaku - baik diri, makhluk atau jiwa yang telah melakukan kamma ini. Meskipun dikatakan dalam ajaran bahwa "seseorang akan menuai apa yang telah ia tabur", itu hanya diungkapkan dalam bahasa konvensional. Tidak ada pelaku (permanen) kecuali rangkaian arus fenomena batin dan jasmani yang tiada henti yang muncul dan lenyap dengan sangat cepat. Dengan kata lain, sebuah makhluk hanya merupakan fenomena batin dan jasmani. Ketika kamma dilakukan (oleh makhluk yang hanya merupakan fenomena batin dan jasmani) hingga matangnya kamma, arus fenomena ini yang muncul dan lenyap tanpa henti, adalah terus-menerus dan berkesinambungan. Semuanya bersifat tidak kekal atau tidak permanen. Jadi, "seseorang akan menuai dari apa yang telah ia tabur" ini hanyalah ungkapan bahasa konvensional.

Inti dari ajaran Buddha adalah anatta, yang artinya bahwa tidak ada diri, tidak ada makhluk, tidak ada jiwa. Untuk dapat memahami secara menyeluruh dan sungguh-sungguh ajaran tanpa diri, tiada makhluk, tiada jiwa, seseorang harus memahami landasan ajaran kamma.

Pikiran adalah pemimpin

Ada tiga jenis kamma:
- Perbuatan atau tindakan yang dilakukan melalui pikiran (mano kamma),
- Perbuatan atau tindakan yang dilakukan melalui ucapan (vaci kamma),
- Perbuatan atau tindakan yang dilakukan melalui tubuh (kaya kamma).

Di antara ketiga jenis kamma ini – perbuatan pikiran, ucapan, dan jasmani, manakah yang utama? Apakah perbuatan jasmani atau ucapan yang menyebabkan timbulnya pikiran, ataukah kehendak (pikiran untuk melakukan sesuatu) yang muncul dalam pikiran yang menyebabkan terjadinya perbuatan atau ucapan?

Sang Buddha berkata: "dipimpin oleh kehendak mental adalah kamma." Kehendak (pikiran untuk melakukan sesuatu) dari pikiran dapat mendorong/mendesak munculnya faktor mental lainnya yang merupakan penyebab dari berbagai tindakan yang dilakukan melalui tubuh dan ucapan.

Jika seseorang mengamati setiap tindakan dalam kehidupan sehari-hari, ia dapat melihat kebenaran tentang pikiran yang memicu setiap tindakan. Pikiran benar-benar adalah pemimpin. Misalnya, ketika ada pikiran untuk tersenyum, lalu ada senyuman, ada pikiran untuk berjalan, lalu ada berjalan, ada pikiran untuk duduk, lalu duduk, ada pikiran untuk berdiri, lalu berdiri. Jika tidak ada kemauan untuk berdiri, berdiri tidak akan terjadi. Demikian pula, ketika Anda dilecehkan, pada awalnya Anda bisa bersabar. Tapi kemudian, ketika pikiran terprovokasi lagi oleh pelecehan dan itu di luar toleransi, pikiran (kehendak) menghasut faktor mental kebencian untuk muncul. Seseorang dapat membalas pelecehan dengan pelecehan atau menamparnya. Membalas caci maki dengan caci maki adalah perilaku ucapan yang tidak bajik, menampar adalah tindakan fisik yang tidak bajik.

Oleh karena itu, “cetana” adalah penyebab sebenarnya dari melakukan tiga jenis kamma ini, yaitu kamma mental, kamma ucapan, dan kamma perbuatan.

Beberapa perbuatan, dalam arti sempit, mungkin tidak termasuk dalam definisi kamma. Tindakan rutin sehari-hari tertentu seperti mengangkat tangan, makan, mengunyah dll adalah tindakan fisik yang disebabkan oleh sedikit kehendak. Selain itu, keadaan pikiran yang bajik atau tidak bajik yang terlibat dalam tindakan rutin ini tidaklah jelas. Perbuatan rutin seperti itu bersifat kurang berarti , sedangkan ajaran Buddha terutama berkaitan dengan kamma yang dipicu oleh kehendak yang kuat (cetana) dan jelas, yang akan menghasilkan hasil yang menyenangkan dan menyakitkan.

 

(Bersambung)

Dikutip dari buku Kamma & Rebirth oleh Chanmyay Sayadaw