5Wbqwau2kOV5juVOA2hBfHMJlvj5fbu4dzeTiTvH
Bookmark

Sang Buddha Membabarkan Perenungan akan Kematian

Sang Buddha Membabarkan Perenungan akan Kematian

Usaha (vīriya), perhatian penuh (sati), dan konsentrasi (samādhi) - Bagian 3B

5. Ketika berlatih meditasi, bagaimana seseorang menyesuaikan vīriya-nya dengan "merenungkan bahaya dari alam-alam rendah"?

Seseorang harus merenungkan bahaya dari alam-alam tingkat rendah. Apabila usaha melemah, apabila tidak ada keinginan untuk berlatih meditasi, maka renungkanlah bahaya dari alam-alam rendah. Demikian juga saat berlatih, keetika orang yang bermeditasi kehilangan energi, maka ia hendaknya merenungkan bahaya dari alam-alam rendah.

Akan tetapi, ketika usaha tidak mengendur, tidaklah perlu merenungkan hal ini. Mereka yang memiliki usaha yang kuat sejak awal semestinya tidak merenungkan bahaya dari alam-alam rendah. Jika mereka melakukannya, usahanya akan menjadi terlalu berlebihan, dan batinnya akan tercerai-berai. Mereka yang perlu mengurangi usaha mereka juga harus diberitahu untuk menguranginya.

Ketika usaha menurun, maka tidak ada niat untuk berlatih meditasi. Jika seseorang tidak ingin berlatih dan malas, maka renungkanlah bahaya dari alam-alam rendah. Hanya ketika orang menghadapi bahaya, ketika mereka melihat bahaya, apakah mereka merasa takut? Jika tidak ada bahaya, mereka tidak takut. Namun, jika mereka tidak memperhatikan, mereka berpikir bahwa tidak ada yang perlu ditakuti. Namun sesungguhnya, ada hal-hal yang perlu ditakuti. Tidak ada seorang pun yang tahu kapan ia akan mati.

6. Kapankah Sang Buddha mengajarkan Dhamma?

Ajaran ini termasuk dalam empat pertanyaan yang diajukan Sang Buddha kepada gadis penenun. Penenun muda tersebut telah berlatih perenungan akan kematian (maraṇānussati) selama kurang lebih tiga tahun sejak ia menerima nasihat dari Sang Buddha. Karena ia harus mengantarkan gulungan benang pada ayahnya, ia datang dengan terburu-buru. Ia melewati orang-orang yang sedang mendengarkan khotbah Dhamma. Akan tetapi, Sang Buddha dengan sengaja datang untuk mengajarkan Dhamma pada gadis itu. Beliau datang ke kota Āḷavi dari Sāvatthi. Sekarang Āḷavi bernama Ālākappa. Beliau pergi ke Āḷavi, meskipun jaraknya cukup jauh. Sebelum gadis penenun itu tiba, Sang Buddha tidak memulai membabarkan Dhamma. Sang Buddha mengajarkan Dhamma hanya ketika di antara para hadirin ada orang yang telah matang untuk mencapai pencerahan, atau setidaknya jika ada orang yang akan mengambil perlindungan pada Tiga Permata dan menjaga moralitas.

7. Mengapa Sang Buddha mengajarkan perenungan akan kematian (maraṇānussati) kepada gadis penenun itu?

Sang Buddha melihat bahwa gadis penenun itu akan mencapai Dhamma yang istimewa. Jika ia tidak mencapai Dhamma pada saat ini, sesuai dengan kamma-nya, maka ia akan segera meninggal. Gadis itu tiba dengan membawa gulungan benangnya, ia berdiri di belakang para hadirin. Sang Buddha memandangnya. Ia berjalan mendekati Sang Buddha lalu membungkuk memberi hormat. Sembari gadis itu masih berdiri, Sang Buddha mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut.

8. Pertanyaan-pertanyaan apa saja yang diajukan Sang Buddha pada gadis penenun itu?

Sang Buddha bertanya:
"Kuto āgacchasi - Gadis muda, dari mana engkau datang?"
Gadis itu menjawab:
"Na jānāmi bhante - Bhante, saya tidak tahu."
Buddha kemudian bertanya:
"Kuhiṁ gacchasi - Kemana engkau akan pergi?"
Ia menjawab:
"Na jānāmi bhante - Bhante, saya tidak tahu."
Ia datang dari rumahnya, tetapi ia tidak mengatakan bahwa ia datang dari rumahnya. Mengenai kemana ia akan pergi, ia akan pergi ke tempat penenunan, tetapi ia juga tidak mengatakannya.
Sang Buddha bertanya:
"Na jānāsi bhagini - Gadis muda, apakah engkau tidak tahu?"
Ia menjawab:
"Jānāmi bhante - Bhante, saya tahu."
Sang Buddha bertanya:
"Jānāsi bhagini - Gadis muda, apakah engkau tahu?"
Ia menjawab:
"Na jānāmi bhante - Bhante, saya tidak tahu."
Gadis itu menyanggah.

9. Bagaimana para hadirin mencela dan menyalahkan gadis penenun itu atas jawabannya?

Para hadirin yang hadir merasa sangat tidak senang. Mereka menggerutu: "Mengapa gadis muda ini berbicara omong kosong? Ia seharusnya bersikap sangat hormat pada Sang Buddha. Ketika ditanya dari mana ia datang, ia seharusnya menjawab bahwa ia datang dari rumah. Ketika ditanya kemana ia akan pergi, ia seharusnya menjawab: 'Saya akan pergi ke tempat penenunan.' Gadis itu tahu ke mana ia hendak pergi.
Ketika ditanya: 'Apakah engkau tidak tahu?' Dia menjawab: 'Saya tahu.'
Ketika ditanya: 'Apakah engkau tahu?' Dia menjawab: 'Saya tidak tahu.'
Kami tidak mengerti apa yang dikatakannya."
Demikianlah orang-orang yang hadir mencela dan menyalahkan gadis penenun itu.


(Bersambung - Bagian 3C)
Lihat Bagian 3A di sini.



Diterjemahkan dari ceramah Tharmanaykyaw Sayadaw, Usaha (Vīriya), Perhatian Penuh (Sati), dan Konsentrasi (Samādhi) (Bagian 3), 23 Januari 2022.