5Wbqwau2kOV5juVOA2hBfHMJlvj5fbu4dzeTiTvH
Bookmark

Mengamati Sebagaimana Adanya


Mengamati Sebagaimana Adanya

Buddha yang Mahatahu menunjukkan bahwa dengan memperhatikan proses-proses batin-jasmani sebagaimana adanya, para yogi dapat memahami dengan benar sifat karakteristik mereka. Ketika para yogi ingin memahami sesuatu sebagaimana adanya, mereka harus mengamatinya, memperhatikan sebagaimana adanya tanpa menganalisanya, tanpa penalaran logis, tanpa pemikiran filosofis dan tanpa praduga. Para yogi harus sangat penuh perhatian dan mengamatinya sebagaimana adanya.

Sebagai contoh, ketika kita tidak mengamati jam tangan dengan penuh perhatian dan hati-hati, kita tidak dapat memahaminya sebagaimana adanya, jika pengamatan kita digabungkan dengan praduga-praduga seperti, "Saya pernah melihat arloji seperti itu sebelumnya dan mereknya adalah Omega," maka, segera setelah kita melihat jam tangan tersebut, kita akan menganggapnya sebagai Omega. Mengapa? Karena kita tidak mengamatinya dengan penuh perhatian dan cermat. Kita telah menggunakan ide-ide yang telah terbentuk sebelumnya ketika kita melihatnya dan ide yang terbentuk sebelumnya membawa kita pada kesimpulan yang salah mengenainya. Jika kita mengesampingkan ide yang sudah terbentuk sebelumnya tentang "Omega" dan hanya mengamatinya dengan penuh perhatian dan seksama, kita akan memahaminya sebagaimana adanya: ini adalah Seiko, dibuat di Jepang, dengan grafik waktu Internasional, dll.

Dengan cara yang sama, ketika para yogi ingin memahami dengan benar proses batin-jasmani dalam sifat alaminya sebagaimana adanya, mereka tidak boleh menganalisanya atau memikirkannya. Para yogi tidak boleh bernalar atau menggunakan pengetahuan intelektual atau gagasan apa pun yang sudah terbentuk sebelumnya.  Mereka harus mengesampingkan pengetahuan atau gagasan-gagasan mereka dan memberikan perhatian penuh pada apa yang terjadi pada fenomena batin-jasmani. Kemudian, mereka dapat melihat proses batin-jasmani sebagaimana adanya. Ketika tubuh mereka terasa panas, para yogi harus mencatat bahwa merasakan panas sebagai panas. Ketika tubuh terasa dingin, mereka harus mencatatnya sebagai dingin. Ketika para yogi merasakan sakit, mereka harus mencatatnya sebagai rasa sakit. Ketika mereka merasa bahagia, mereka harus mencatat kebahagiaan itu sebagai kebahagiaan. Ketika mereka merasa marah, mereka harus mencatat kemarahan itu sebagai kemarahan. Ketika mereka merasakan kesedihan, mereka harus menyadari itu sebagai kesedihan. Ketika mereka merasa sedih atau kecewa, mereka harus menyadari keadaan emosional kesedihan atau kekecewaan sebagaimana adanya.

Setiap proses mental atau fisik harus diamati sebagaimana adanya sehingga para yogi dapat dengan benar memahami sifat alamiahnya. Pemahaman yang benar itu akan menuntun mereka menuju pelenyapan ketidaktahuan. Ketika ketidaktahuan telah disingkirkan, maka para yogi tidak lagi menganggap tubuh jasmani sebagai seseorang, makhluk, jiwa atau diri. Jika mereka menganggap proses-proses batin-jasmani ini sebagai proses yang alami, maka tidak akan muncul kemelekatan apapun. Ketika kemelekatan telah dihancurkan, mereka terbebas dari segala jenis penderitaan dan telah mencapai lenyapnya penderitaan. Jadi, perhatian penuh terhadap proses-proses batin-jasmani dalam sifat alamiahnya yang sebenarnya adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan. Itulah cara Buddha kita yang Mahatahu menyampaikan khotbah tentang "Empat Landasan Perhatian Penuh".

Dalam khotbah ini, Buddha Yang Mahatahu mengajarkan kita untuk memperhatikan fenomena batin dan jasmani sebagaimana adanya. Ada banyak cara yang dapat kita gunakan untuk kita berperhatian penuh terhadap proses-proses batin-jasmani tetapi mereka dapat diringkas sebagai berikut:

1. Perhatian penuh terhadap proses jasmani (kayānupassanā satipaṭṭhāna)

2. Perhatian penuh terhadap perasaan atau sensasi (vedanānupassanā satipaṭṭhāna)

3. Perhatian penuh terhadap kesadaran (cittānupassanā satipaṭṭhāna)

4. Perhatian penuh terhadap objek-objek pikiran (dhammānupassanā satipaṭṭhāna).


Dikutip dari buku The Process of  Insight Meditation oleh Ashin Janakābhivamsa (Chanmyay Sayadaw)