5Wbqwau2kOV5juVOA2hBfHMJlvj5fbu4dzeTiTvH
Bookmark

Manfaat Meditasi Jalan - Sayadaw U Sīlānanda (Bagian 3)

Manfaat Meditasi Jalan (Bagian 3)

Seorang sotāpanna adalah seorang "pemasuk-arus," yaitu seseorang yang telah mencapai tahap pertama pencerahan. Seorang "sotāpanna yang lebih rendah" bukanlah seorang pemasuk-arus sejati, tetapi dikatakan terjamin untuk terlahir kembali di alam kehidupan yang bahagia, seperti di alam manusia dan alam dewa. Artinya, seorang "sotāpanna yang lebih rendah" tidak dapat terlahir kembali di salah satu dari empat alam-alam yang menyedihkan, seperti alam neraka atau alam binatang. 

Tingkat "sotāpanna yang lebih rendah" ini dapat dicapai dengan mempraktikkan meditasi jalan belaka, semata-mata dengan mengamati secara seksama gerakan-gerakan yang terlibat dalam langkah kaki. Ini adalah manfaat luar biasa dari berlatih meditasi jalan. Tingkatan ini tidak mudah untuk dicapai, tetapi begitu meditator berhasil mencapainya, mereka bisa yakin bahwa mereka akan terlahir kembali dalam kondisi yang bahagia, kecuali, tentu saja, mereka jatuh dari tingkatan tersebut.

Ketika para meditator memahami bahwa batin dan jasmani muncul dan lenyap setiap saat, maka mereka akan memahami ketidakkekalan dari proses mengangkat kaki, dan mereka juga akan memahami ketidakkekalan dari kesadaran akan gerakan mengangkat kaki tersebut. Terjadinya kelenyapan setelah kemunculan merupakan suatu pertanda atau karakteristik yang menjadikan kita memahami bahwa sesuatu itu bersifat tidak kekal. Apabila kita ingin menentukan apakah sesuatu itu bersifat tidak kekal atau kekal, kita harus mencoba melihat, melalui kekuatan meditasi, apakah sesuatu tersebut tunduk pada proses kemunculan dan kemudian kelenyapan. Apabila meditasi kita cukup kuat untuk memungkinkan kita melihat muncul dan lenyapnya fenomena, maka kita dapat menyimpulkan bahwa fenomena yang diamati tidaklah kekal. 

Dengan cara ini, para meditator mengamati bahwa ada gerakan mengangkat dan ada kesadaran akan gerakan tersebut, dan kemudian rangkaian tersebut lenyap, digantikan oleh gerakan mendorong ke depan dan kesadaran akan gerakan mendorong ke depan. Gerakan-gerakan tersebut muncul dan lenyap begitu saja, muncul dan lenyap, dan para meditator sendiri dapat memahami proses ini - mereka tidak harus menerimanya berdasarkan keyakinan pada kekuasaan pihak luar apa pun, dan juga tidak harus mempercayai pernyataan orang lain.

Ketika para meditator memahami bahwa batin dan jasmani muncul dan lenyap, mereka memahami bahwa batin dan jasmani tidak kekal. Ketika meditator melihat bahwa mereka bersifat tidak kekal, selanjutnya meditator memahami bahwa mereka bersifat tidak memuaskan karena mereka selalu terikat oleh kemunculan dan kelenyapan yang terus-menerus. 

Setelah memahami hakikat ketidakkekalan dan sifat tidak memuaskan dari hal-hal tersebut, meditator mengamati bahwa tidak mungkin ada penguasaan terhadap hal-hal tersebut; yakni, meditator menyadari bahwa tidak ada sosok diri atau jiwa di dalam dirinya yang mampu mengendalikan hal-hal tersebut agar menjadi kekal. Segala sesuatu muncul dan lenyap begitu saja sesuai dengan hukum alam.

Dengan memahami hal ini, meditator memahami karakteristik ketiga dari fenomena yang terkondisi, karakteristik anatta, yaitu karakteristik bahwa segala sesuatu tidak memiliki diri. Salah satu arti dari anatta adalah tidak ada penguasaan - yang artinya tidak ada apa pun, tidak ada entitas, tidak ada jiwa, tidak ada kekuatan, yang memiliki kuasa atas sifat alamiah dari segala sesuatu. Dengan demikian, sampai pada tahap ini, para meditator telah memahami tiga karakteristik dari semua fenomena yang terkondisi: sifat alami dari segala sesuatu berupa ketidakkekalan, dipenuhi penderitaan, dan tanpa-diri - dalam bahasa Pāli, anicca, dukkha, dan anatta.

Para meditator dapat memahami ketiga karakteristik tersebut dengan hanya mengamati secara seksama gerakan mengangkat kaki dan kesadaran akan gerakan mengangkat kaki. Dengan mengamati secara seksama gerakan-gerakan tersebut, meditator melihat segala sesuatu muncul dan lenyap, dan sebagai akibatnya, mereka melihat sendiri sifat alami dari segala fenomena yang terkondisi, yaitu tidak kekal, tidak memuaskan, dan tanpa-diri.

Sekarang, marilah kita mengkaji dengan lebih terperinci gerakan-gerakan meditasi jalan. Katakanlah seseorang akan memotret foto yang berurutan dari gerak mengangkat kaki. Selanjutnya, anggaplah bahwa gerak mengangkat kaki itu membutuhkan waktu satu detik, dan katakanlah suatu kamera mampu memotret tiga puluh enam foto per detik. Setelah memotret, jika kita melihat masing-masing foto, kita akan menyadari bahwa dalam apa yang kita kira sebagai satu gerakan mengangkat kaki, sebenarnya terdapat tiga puluh enam gerakan. Gambar kaki dalam setiap foto akan sedikit berbeda dengan gambar kaki dalam foto lainnya, meskipun perbedaannya biasanya sangat kecil sehingga kita nyaris tidak melihatnya. Tetapi, bagaimana kalau seandainya kamera mampu menangkap seribu gambar per detik? Jika demikian, akan ada seribu foto gerak pergeseran kaki hanya dalam satu gerakan mengangkat kaki, meskipun gambar-gambarnya nyaris tidak mungkin untuk dibedakan. Jika kamera mampu mengambil satu juta foto per detik - yang mungkin mustahil dilakukan saat ini, tetapi bisa saja terjadi suatu hari nanti - maka akan ada satu juta gerakan dalam apa yang kita kira hanyalah satu gerakan saja.

Apa yang kita upayakan dalam meditasi jalan adalah untuk melihat gerakan sedekat mungkin seperti apa yang ditangkap oleh kamera itu, gerakan demi gerakan. Dan kita juga perlu mengamati kesadaran serta niat yang mendahului setiap gerakan. Kita akan dapat menghargai kekuatan dari kebijaksanaan dan pandangan terang Sang Buddha, yang dengannya beliau benar-benar melihat semua gerakan. Ketika kita menggunakan kata "melihat" atau "mengamati" untuk merujuk pada kondisi kita sendiri, yang kita maksudkan adalah melihat secara langsung dan juga melalui kesimpulan; tentunya kita tidak mampu melihat secara langsung jutaan gerakan seperti yang dilihat oleh Sang Buddha.

Sebelum para meditator mulai berlatih meditasi jalan, mereka mungkin mengira bahwa satu langkah kaki hanyalah satu gerakan saja. Setelah bermeditasi pada gerakan tersebut, mereka mengamati bahwa setidaknya ada empat gerakan, dan jika mereka masuk lebih dalam lagi, mereka akan memahami bahwa bahkan salah satu dari empat gerakan tersebut terdiri dari jutaan gerakan-gerakan kecil. Mereka melihat nāma dan rūpa, batin dan jasmani, yang muncul dan lenyap, sebagai sesuatu yang tidak kekal. Dengan persepsi normal kita, kita tidak mampu melihat ketidakkekalan dari segala sesuatu karena ketidakkekalan ditutupi oleh ilusi akan kontinuitas. Kita berpikir bahwa kita melihat hanya satu gerakan yang berkesinambungan, tetapi jika kita mengamati lebih dekat, kita akan melihat bahwa ilusi akan kontinuitas itu dapat diruntuhkan. Ilusi itu dapat diruntuhkan melalui pengamatan langsung terhadap fenomena jasmani, bagian demi bagian, segmen demi segmen, saat mereka bermula dan saat terurai. Nilai dari meditasi terletak pada kemampuan kita untuk menyingkirkan selubung kontinuitas tersebut untuk menemukan sifat alami yang sejati akan ketidakkekalan. Para meditator dapat menemukan hakikat ketidakkekalan secara langsung melalui usaha mereka sendiri.

Setelah menyadari bahwa segala sesuatu terdiri dari segmen-segmen, bahwa mereka muncul dalam bagian-bagian, dan setelah mengamati segmen-segmen tersebut satu per satu, para meditator akan menyadari bahwa sesungguhnya tidak ada apa pun di dunia ini yang perlu dilekati, tidak ada apa pun yang perlu didambakan. Jika kita melihat sesuatu yang tadinya kita anggap indah ternyata berlubang-lubang, sedang membusuk dan terurai, kita akan kehilangan ketertarikan terhadapnya. 

Sebagai contoh, kita melihat sebuah lukisan yang indah di atas kanvas. Kita memandang cat dan kanvas itu secara konseptual sebagai satu kesatuan yang utuh dan padat/solid. Namun, jika kita meletakkan lukisan tersebut di bawah sebuah mikroskop yang sangat kuat, kita akan melihat bahwa lukisan tersebut tidaklah solid - lukisan tersebut memiliki banyak lubang dan celah. Setelah melihat lukisan yang sebagian besar terdiri dari banyak rongga itu, kita akan kehilangan ketertarikan terhadapnya dan kita tidak lagi melekat padanya. Para ahli fisika modern memahami gagasan ini dengan sangat baik. Mereka telah mengamati dengan berbagai perangkat canggih, bahwa materi hanyalah getaran partikel dan energi yang terus berubah - tidak ada hal yang bermakna/istimewa sama sekali mengenainya. Dengan menyadari ketidakkekalan yang tak berkesudahan ini, para meditator memahami bahwa sesungguhnya tidak ada apa pun yang perlu didambakan, tidak ada apa pun yang perlu dipegang erat-erat dalam dunia fenomena ini.

Sekarang kita dapat memahami alasan-alasan untuk berlatih meditasi. Kita berlatih meditasi karena kita ingin menyingkirkan kemelekatan dan nafsu keinginan terhadap objek-objek. Dengan memahami tiga karakteristik keberadaan - sifat-sifat alami dari segala sesuatu, yaitu ketidakkekalan, dipenuhi penderitaan, dan tanpa-diri - maka kita akan menyingkirkan nafsu keinginan. 

Kita ingin menyingkirkan nafsu keinginan karena kita tidak ingin menderita. Selama masih ada nafsu keinginan dan kemelekatan, maka akan selalu ada penderitaan. Jika kita tidak ingin menderita, kita harus menyingkirkan nafsu keinginan dan kemelekatan. Kita harus memahami bahwa segala sesuatu hanyalah batin dan jasmani yang muncul dan lenyap, bahwa tidak ada yang istimewa dalam segala sesuatu. Begitu kita menyadari hal ini, kita akan mampu menyingkirkan kemelekatan terhadap segala sesuatu. Tetapi, selama kita tidak memahami hal ini, sebanyak apa pun kita membaca buku atau menghadiri ceramah, atau membicarakan tentang menyingkirkan kemelekatan, kita tidak akan mampu menyingkirkan kemelekatan. Kita harus memiliki pengalaman langsung bahwa segala sesuatu yang terkondisi ditandai oleh tiga karakteristik tersebut.

Dengan demikian, kita harus memperhatikan dengan seksama ketika kita sedang berjalan, begitu juga ketika kita sedang duduk atau berbaring. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa hanya meditasi jalan saja dapat menghasilkan realisasi tertinggi serta kemampuan untuk menyingkirkan kemelekatan sepenuhnya, tetapi bagaimanapun juga, meditasi jalan adalah praktik yang sama sahnya dengan meditasi duduk atau meditasi vipassanā (pandangan terang) lainnya. Meditasi jalan sangat mendukung bagi perkembangan spiritual. Meditasi jalan ini sama kuatnya dengan pengamatan akan napas atau pengamatan akan kembung-kempisnya perut. 

Meditasi jalan merupakan sarana yang efisien untuk membantu kita menyingkirkan kekotoran-kekotoran batin. Meditasi jalan dapat membantu kita memperoleh pemahaman yang sesungguhnya akan sifat alami dari segala sesuatu, dan kita hendaknya mempraktikkannya dengan tekun seperti halnya kita mempraktikkan meditasi duduk atau jenis meditasi lainnya. Dengan mempraktikkan meditasi vipassanā dalam semua postur tubuh, termasuk postur berjalan, semoga Anda dan semua meditator dapat mencapai pemurnian sempurna dalam kehidupan ini juga!


Lihat Bagian 1 di sini

Diterjemahkan dari "The Benefits of Walking Meditation" oleh Sayādaw U Sīlānanda.


Sayādaw U Sīlānanda
Sayādaw adalah seorang guru meditasi senior yang tinggal di Amerika Serikat selama bertahun-tahun. Beliau pernah menjabat sebagai direktur spiritual dari Perhimpunan Buddhis Theravada Amerika.