5Wbqwau2kOV5juVOA2hBfHMJlvj5fbu4dzeTiTvH
Bookmark

Kualitas Khusus Sotapātti Magga (Bagian 2C)


Kualitas Khusus dari Sotāpatti Magga (Bagian 2C)

11. Apakah yang dimaksud dengan silabbataparāmāsa?

Silabbata adalah kepercayaan seperti: "Seseorang dapat terbebas dari lingkaran kelahiran kembali melalui latihan-latihan lain, tanpa mengembangkan delapan faktor jalan moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan, dan tanpa berlatih untuk memahami empat Kebenaran Mulia. Lebih jauh lagi, setelah mencapai surga di kehidupan yang akan datang, seseorang tidak akan menua atau mati, dan ia akan berbahagia selamanya."

12. Bagaimana para sotāpanna terbebas dari silabbataparāmāsa diṭṭhi?

Keyakinan terhadap praktik-praktik ini disebut silabbataparāmāsa diṭṭhi. Akan tetapi, para Sotapanna, setelah mempraktikkan moralitas dan mengamati kelompok-kelompok kemelekatan seperti melihat, mendengar, dsb., telah berhasil mengembangkan faktor-faktor jalan vipassanā. Dengan berkembangnya faktor-faktor jalan vipassanā, mereka telah mengalami sendiri empat Kebenaran Mulia. Oleh karena itu, mereka tidak lagi percaya atau menerima doktrin-doktrin yang menyatakan bahwa seseorang dapat terbebas dari penderitaan tanpa mengembangkan faktor-faktor jalan vipassanā, dan tanpa berlatih untuk memahami empat Kebenaran Mulia. Ini adalah kebebasan dari silabbataparāmāsa diṭṭhi.

13. Apa yang dimaksud dengan silabbataparāmāsa diṭṭhi?

Meyakini bahwa dengan berperilaku dan hidup seperti sapi, berperilaku dan hidup seperti anjing, dsb., dengan mempraktikkan perilaku binatang; dengan menyembah sapi, dsb., dengan menyembah para dewa, Raja para dewa, dan para brahma, seseorang akan terbebas dari penderitaan dan mencapai kebahagiaan adalah silabbataparamāsa diṭṭhi.

Praktik-praktik yang tidak memperdulikan kondisi batin , dan mengarahkan batin ke suatu kondisi yang damai tanpa mengembangkan faktor-faktor jalan vipassanā untuk memahami empat Kebenaran Mulia adalah silabbata. Meyakini praktik-praktik ini juga merupakan silabbataparāmāsa diṭṭhi.

14. Mengapa seseorang disebut sebagai orang yang belum tercerahkan, puthujjana?

Orang yang belum tercerahkan, puthujjana, juga meyakini bahwa praktik-praktik silabbata ini baik. Karena seseorang tidak mengetahui praktik yang benar bagi dirinya sendiri, maka ia menerima keyakinan yang salah ini yang mempercayai metode-metode praktik yang salah, mengira bahwa praktik ini dan itu adalah praktik yang benar. Ia juga percaya pada guru-guru yang mengajarkan praktik-praktik yang salah ini.

Oleh karena itu, orang itu disebut puthujjana, orang yang memiliki banyak guru (puthu - banyak + jana - guru). Ini bermakna bahwa karena seseorang belum mengetahui Dhamma yang benar untuk dirinya sendiri, maka ia memandang tinggi dan mengagumi keyakinan-keyakinan dan praktik-praktik lain serta guru-guru lain.

15. Mengapa para sotāpanna memandang rendah praktik-praktik silabbata?

Sedangkan bagi para sotāpanna, karena mereka telah mengetahui praktik yang benar, mereka tidak lagi mempercayai atau menerima praktik silabbata apa pun yang tidak mengembangkan faktor-faktor jalan vipassanā sebagai praktik yang baik. Mereka juga tidak lagi memandang tinggi para guru dari praktik-praktik yang salah ini. Mereka justru memandang rendah para guru tersebut.

Pada zaman Sang Buddha, ketika umat awam Visākha pertama kali menikah, ayah mertuanya mengundang para pertapa telanjang untuk makan di rumahnya. Ayah mertuanya mengundang Visākha: "Datang dan bersujudlah pada para arahat." Visākha yang mengira bahwa ia akan memberikan penghormatan kepada para arahat yang sejati, datang dengan senang hati. Ketika ia tiba di sana dan melihat para pertapa telanjang itu, ia lalu pergi setelah menegur mereka: "Wah, wah, mereka ini para arahat?" Beginilah bagaimana para sotapannā tidak menganggap guru-guru lain dan memandang rendah mereka.

 

Karena keterbatasan waktu, saya akan menghentikan ceramah Dhamma di sini. Sebelum mengakhiri ceramah Dhamma kali ini, marilah kita ulangi kembali tiga hal yang perlu diperhatikan dari YM. Mahasi Sayadaw yang telah disampaikan di awal ceramah.

1. Ketika pengetahuan vipassanā belum tumbuh dengan jelas, seseorang berpikir bahwa melihat juga adalah "aku", mendengar juga adalah "aku", dsb. Jika seseorang merenung, ia cenderung berpikir seolah-olah ada sesosok diri yang hidup di dalam tubuhnya. Bagi para sotāpanna yang telah mencapai sotāpatti magga, tidak ada lagi pandangan salah dan kemelekatan ini. Apakah seseorang mengamati, atau merenung, jelaslah bahwa: "Hanya ada fenomena jasmani dan batin yang terus-menerus muncul dan lenyap. Tidak ada makhluk atau aku." Dengan cara inilah seseorang terbebas dari sakkāyadiṭṭhi, pandangan salah mengenai diri.

2. Dengan berkembangnya faktor-faktor jalan vipassanā, para sotāpanna secara pribadi telah mengalami empat Kebenaran Mulia. Oleh karena itu, mereka tidak lagi percaya atau menerima doktrin-doktrin yang menyatakan bahwa seseorang dapat terbebas dari penderitaan tanpa mengembangkan faktor-faktor jalan vipassanā dan tanpa berlatih untuk memahami empat Kebenaran Mulia.

3. Puthujjana berarti seseorang yang memiliki banyak guru. Karena seseorang belum mengetahui Dhamma yang benar bagi dirinya sendiri, maka ia memandang tinggi dan mengagumi keyakinan-keyakinan dan praktik-praktik lain serta guru-guru lain.




Diterjemahkan dari ceramah Tharmanaykyaw Sayadaw, Kualitas Khusus dari Sotāpatti Magga (Bagian 2), 20 Juni 2021.