5Wbqwau2kOV5juVOA2hBfHMJlvj5fbu4dzeTiTvH
Bookmark

Tujuh Manfaat Meditasi Vipassanā (1/2)

Tujuh Manfaat Meditasi Vipassanā

Tujuh manfaat meditasi vipassanā seperti yang diajarkan Sang Buddha dalam Mahā Satipatthāna Sutta, kotbah mengenai Empat Landasan Perhatian Penuh. Pada permulaan sutta tersebut, Sang Buddha menerangkan tujuh manfaat yang bisa diperoleh seorang yogi melalui pengalaman Dhamma-nya.


Manfaat pertama

adalah pemurnian dari semua kekotoran batin. Jika seseorang melatih meditasi vipassanā, ia dapat memurnikan pikirannya dari seluruh kekotoran batin (kilesa). Kata bahasa Pali ’kilesa’ mungkin tidak asing lagi bagi kalian. Kilesa diterjemahkan sebagai kekotoran batin oleh para cendekiawan Budhis.
Kekotoran batin ada 10 macam:
  1.  Lobha, berarti bukan hanya keserakahan tetapi juga keinginan, nafsu, mendambakan, kemelekatan dan cinta. Saat salah satu keadaan mental ini muncul, batin menjadi tercemar. Sehingga hal ini bisa juga disebut sebagai kekotoran batin.
  2. Dosa, adalah kebencian, kemarahan, niat jahat atau ketidaksukaan.
  3. Moha, adalah khayalan atau kegelapan batin.
  4. Ditthi, adalah pandangan salah.
  5. Māna, adalah kesombongan.
  6. Vicikichā, adalah keragu-raguan.
  7. Thina-middha, adalah kemalasan dan keengganan. Mengantuk juga termasuk kelompok ini. Thina-middha adalah “teman lama” para yogi dan juga dari mereka yang mendengarkan Dhamma. Hari ini, sewaktu wawancara, semua yogi melaporkan pengalamannya: “saya lelah, saya mengantuk.” Pada awal latihan, setiap yogi harus berjuang karena belum terbiasa berlatih meditasi vipassanā. Ini adalah keadaan kritis dalam meditasi, tapi tidak akan bertahan lama, mungkin hanya berlangsung selama dua atau tiga hari. Setelah tiga hari, semua yogi akan baik kembali. Mereka akan menemukan bahwa tidak terlalu sulit untuk mengalahkan “teman lama” yang menghalangi kemajuan mereka dalam konsentrasi dan juga pandangan terang.
  8. Uddhacca-kukkucca, berarti kegelisahan dan kekawatiran.
  9. Ahirika. berarti sifat yang tidak tahu malu. Seseorang yang tidak merasa malu terhadap perbuatan buruk, baik melalui ucapan, pikiran, dan tindakan jasmani.
  10. Anottappa, berarti tidak merasa takut, adalah sikap mental yang tidak merasa takut dalam melakukan perbuatan jahat melalui ucapan, pikiran, dan tindakan jasmani. Perasaan tidak takut berbuat jahat ini adalah salah satu kekotoran batin.
Semua itu adalah sepuluh macam kekotoran mental yang harus dilenyapkan atau dihilangkan dari pikiran kita dengan berlatih meditasi vipassanā.

Sang Buddha bersabda: jika seseorang berlatih meditasi vipassanā, ia akan bersih dari segala kekotoran batin, yang berarti, ia dapat mencapai tingkat kesucian arahat, jika ia telah membersihkan diri sepenuhnya dari segala macam kekotoran batin. Inilah manfaat yang pertama.

Manfaat kedua

dari vipassanā adalah mengatasi kesedihan dan kekhawatiran.
Anda tidak akan merasa khawatir terhadap kegagalan, kesedihan terhadap kematian saudara, atau kehilangan pekerjaan. Anda tidak akan menyesal terhadap apa pun jika Anda berlatih meditasi vipassanā. Walaupun belum mencapai jalan dan buah (magga dan phala), Anda tetap dapat mengatasi kesedihan dan kekhawatiran dalam batas tertentu. Hal ini dikarenakan saat kesedihan atau kekhawatiran muncul, Anda akan berperhatian penuh padanya sebagaimana adanya. Ketika perhatian penuh menjadi kuat, kekhawatiran atau kesedihan akan berhenti dan lenyap. Bila Anda telah mengembangkan meditasi vipassanā sepenuhnya, tingkat kesucian Arahat pasti tercapai, dan Anda akan terbebas dari kekhawatiran dan kesedihan secara permanen. Dengan cara inilah kekhawatiran dan kesedihan dapat diatasi oleh meditasi vipassanā.

Manfaat ketiga

yaitu dapat mengatasi ratap tangis.
Walaupun orang tua, anak, ataupun saudara Anda meninggal, Anda tidak akan merasa sedih akan kematian mereka karena Anda mengerti sepenuhnya proses mental dan jasmani terhadap apa yang kita sebut sebagai ’anak’ atau ’orang tua.’ Dalam hal ini, ratap tangis dapat diatasi dengan berlatih meditasi vipassanā. Mengenai manfaat ketiga, ada komentar terhadap Mahā Satipatthāna Sutta yang mengisahkan sebuah cerita sebagai berikut:

Seorang wanita, bernama Patacara, yang suami, kedua putra, orang tua, dan saudara-saudaranya meninggal dalam waktu satu atau dua hari. Ia kemudian menjadi gila karena kesedihan, kekhawatiran dan ratap tangis. Ia diliputi oleh kesedihan yang disebabkan oleh kematian orang-orang yang dicintainya. Kitab komentar mengisahkan cerita tersebut sebagai bukti nyata bahwa orang dapat mengatasi kesedihan, kekhawatiran, dan ratap tangis dengan meditasi vipassanā.

Suatu hari, Sang Buddha memberikan kotbah kepada orang-orang yang hadir di vihara Jetavana dekat Savatthi. Kemudian wanita yang tidak waras ini pergi berjalan ke vihara dan ketika melihat para hadirin mendengarkan kotbah, ia mendekati mereka. Seorang pria tua yang sangat baik pada orang miskin, melepaskan jubah luarnya dan melemparkannya kepada wanita tersebut. Ia berkata “Anakku, gunakanlah jubahku ini untuk menutupi tubuhmu.” Pada saat yang sama, Sang Buddha berkata kepadanya, “Saudari yang baik, sadarlah.” Karena kata-kata Sang Buddha yang lembut, kesadaran wanita tersebut kembali pulih. Ia kemudian duduk di salah satu sudut dan ikut mendengarkan kotbah. Sang Buddha yang mengetahui bahwa wanita tersebut telah pulih kesadarannya, mengarahkan kotbah itu kepadanya. Mendengar kotbah yang diberikan oleh Sang Buddha, wanita itu perlahan-lahan menyerap intisari Dhamma tersebut. Saat pikirannya telah siap untuk merealisasi Dhamma, Sang Buddha membabarkan Empat Kebenaran Mulia.

Dukkha-sacca, Kebenaran Mulia Mengenai Penderitaan
Samudaya-sacca, Kebenaran Mulia Mengenai Penyebab Penderitaan
Nirodha-sacca, Kebenaran Mulia Mengenai Berhentinya Penderitaan
Magga-sacca, Kebenaran Mulia Mengenai Jalan Menuju Berhentinya Penderitaan

Empat kebenaran mulia mencakup nasihat bagaimana caranya untuk tetap berperhatian penuh pada apa pun yang muncul dalam batin dan jasmani sebagaimana adanya.
Patacara, setelah pikirannya kembali normal, mengerti dengan baik teknik vipassanā, ia menerapkannya terhadap apa pun yang muncul dari proses batin dan jasmani dan pada apa pun yang didengar. Ketika perhatian penuhnya memperoleh momentum, konsentrasinya juga menjadi lebih dalam dan kuat. Karena konsentrasi yang dalam, pengetahuan pandangan terangnya yang dapat menembus proses mental dan jasmani menjadi kuat. Akhirnya, perlahan-lahan Patacara dapat merealisasi karakteristik khusus dan karakteristik umum dari fenomena batin dan jasmani.

Oleh karena itu, Patacara dengan cepat mengalami semua tingkat-tingkat pengetahuan vipassanā sewaktu mendengarkan kotbah tersebut, dan ia mencapai jalan kesucian yang pertama (sotāpattimagga). Melalui pengalamannya terhadap Dhamma dari meditasi vipassanā, kesedihan, kekhawatiran, dan ratap tangis yang dideritanya lenyap secara total dari batinya dan ia menjadi “seorang wanita baru.”
Demikianlah, Patacara mengatasi kesedihan, kekhawatiran dan ratap tangisnya melalui meditasi vipassanā. Komentar Mahā Satipatthāna Sutta menyebutkan, bukan hanya orang-orang pada zaman Sang Buddha, tapi orang-orang di zaman sekarang juga dapat mengatasi kesedihan dan kekhawatiran jika mereka berlatih meditasi vipassanā dan mencapai tahapan pandangan terang yang tinggi. Yogi sekalian juga termasuk orang-orang yang dapat mengatasi kesedihan dan kekhawatiran melalui meditasi vipassanā.

(bersambung - Bagian 2)


Dikutip dari Ceramah Mengenai Meditasi Pandangan Terang oleh Sayadaw U Janakabhivamsa oleh: Andi Kusnadi.